PELUNCURAN BUKU : 99 FILM MADANI
“Film Madani” memang istilah yang lekat dengan Madani International Film Festival. Ekky Imanjaya dan Hikmat Darmawan memulai dari semacam kepercayaan pada gagasan bahwa ada peluang untuk membicarakan dunia Islam yang hidup, bukan semata Islam sebagai doktrin, sebagai sebuah kontribusi pada percakapan global tentang isu-isu terkini dan masalah bersama yang dihadapi umat manusia.
Ekky Imanjaya telah menawarkan gagasan yang lebih diskursif dalam bukunya, Mencari Film Madani (Dewan Kesenian Jakarta, 2019), untuk istilah “film Madani”. Dalam pengertiannya tentang film tersebut, Ekky membatasi pada film-film yang merepresentasikan dunia Islam sehari-hari–dunia Islam dalam pengertian sisik-melik “living Islam”, sebagaimana yang Ekky kutip dari istilah yang digunakan oleh Akbar S. Ahmed dan Magnus Marsden. Bagi Ekky, “film Madani” adalah “film-film yang bercerita tentang umat Islam dan permasalahan khasnya.”
Madani International Film Festival juga mengenal bahwa representasi tentang permasalahan umat Islam bisa hadir dalam film-film produksi negara-negara bermayoritas nonmuslim, dengan sutradara dan awak serta pemain film nonmuslim. Sepanjang film tersebut bicara atau mengangkat berbagai persoalan “living Islam” (Islam dalam dunia keseharian), maka film tersebut layak disebut “film Madani”.
Film-Film yang Dipilih: Batasan
Daftar ini dibuat untuk sekaligus “memudahkan” dan “merayakan”. Daftar ini bisa dimanfaatkan untuk memudahkan perkenalan terhadap “film-film Madani”. Daftar ini adalah pemberian gambaran tentang kekayaan warna persoalan kemanusiaan dalam dunia Islam yang menjadi segi tematik festival. Daftar ini pun menjadi pemantik obrolan lebih jauh mengenai apa itu “film Madani” dan memancing pencandraan lebih luas tentang gambaran dunia Islam keseharian yang menjadi representasi permasalahan umat Islam dalam film-film yang kami sodorkan ataupun di dunia “nyata” di luar film.
Daftar ini subjektif. Tak ada peringkat, walau jelas ada semacam seleksi berdasarkan apa yang dianggap penulis sebagai capaian substansial sebuah film. Artinya, kami bekerja berdasarkan “favoritisme” dan penilaian estetika yang juga kami anut. Namun, tak ada pretensi bahwa penilaian kami adalah kata terakhir tentang film-film Madani maupun tentang kualitas intrinsik film-film yang kami bahas. Alih-alih, kami sebetulnya berharap bahwa daftar ini akan memancing keinginan menyusun daftar sendiri mengenai “film Madani” di dalam jiwa sidang pembaca.
Dengan demikian, tercipta suasana percakapan yang lebih kaya, lebih luas, lebih substansial, mengenai film-film bertema Islam/Islami. Mengenai batasan yang kami tetapkan agar sebuah film bisa kami anggap “masuk” dalam daftar ini, kami memacak pagar sederhana saja.
Pertama, film-film yang kami pilih haruslah mengangkat tema permasalahan umat Islam, baik di negeri-negeri mayoritas maupun minoritas muslim. Isu dan topik Islam serta muslim tidak sekadar jadi latar atau dekoratif belaka. Islam dan masyarakat serta individu muslim yang diangkat haruslah memang bersifat substansial dalam film-film tersebut.
Kedua, film-film tersebut juga harus kami nilai memiliki capaian bentuk tertentu. Artinya, ada semacam signifikansi, setidaknya ambisi, estetika, dan kesadaran untuk menggali bentuk terbaik bagi gagasan para pembuat filmnya. Soal ini, kami harus hati-hati. Kami tak ingin jadi gatekeeper selera atau konstruksi “bagus” atau “jelek” bagi masyarakat dalam mengonsumsi film-film Madani. Di saat yang sama, kami merasa perlu ada semacam peran fasilitator bagi berlangsungnya pembacaan-pembacaan yang leluasa pada film-film yang kami tawarkan–menggarisbawahi unsur-unsur sinematik apa yang perlu diperhatikan, konteks apa yang bisa membantu pembacaan sebuah film, dan sebagainya.
Ketiga, dalam kerangka berpikir demikian, kami juga ingin daftar ini tidak untuk memuaskan hanya sekelompok orang dalam subkultur penonton film di Indonesia. Entah sekadar memuaskan kelompok “penonton ideologis” (yang mengukur film hanya dari agenda-agenda ideologis seperti dakwah gaya hidup tertentu) atau kelompok “penonton sinefil” yang memang adalah para penonton film terlatih. Kami mencoba memfasilitasi terjadinya perimbangan, antara tersampaikannya gagasan sebuah film berwatak Madani ke masyarakat luas dengan apresiasi atas tercapainya jelajah bentuk dan ambisi estetika si pembuat film.
Dengan kata lain, ada keterwakilan antara “film ide” dan “film puitis”, juga antara “film populer” dan “film nyeni” dalam daftar ini. Kami tak ingin melontarkan yang ekstrem, tapi lebih ingin menawarkan sebuah spektrum.
Diskusi Buku
PELUNCURAN BUKU : 99 FILM MADANI
Speakers
Najwa Abdullah (PhD candidate in Cultural Studies, NUS)
Ekky Imanjaya (Book Author)
Hikmat Darmawan (Book Author)
Moderator
Dian Yuliastuti (Jurnalis Tempo)
Saturday, October 15, 2022 at 11 - 12.30 am | Galeri Cipta 1, TIM